Sebelum menjawab pertanyaan di judul topik ini marilah kita membuka mata kita dan berpikir dengan jernih mengenai kondisi pemerintahan saat ini.
Presiden ke 7 kita yaitu pak Joko Widodo masih belum seumur Jagung memerintah negeri ini.
Jokowi Presiden Pilihan Rakyat
Kerja Bakti Cuci Piring
Baru sebentar memerintah, Pemerintahan Jokowi saat ini terlihat lebih banyak fokus mencuci piring kotor peninggalan presiden sebelumnya, meletakkan pondasi untuk Nawa Cita.
Di awal pemerintahan Pak Jokowi hingga hari ini bisa dikatakan banyak melakukan kerjaan ‘Cuci Piring.’ Mengapa? Karena demikian banyaknya masalah yang sedang dihadapi bangsa ini, ketika Jokowi baru menduduki kursi Presiden. Barangkali, jika dihitung masalah-masalah besarnya, bisa puluhan bahkan ratusan.
Secara otomatis, maka kabinet pemerintahan Jokowi akan menggunakan filosofi ‘cuci piring’ dulu, baru bisa menggunakannya. Kabinet kerja Jokowi harus terlebih dahulu membersihkan piring, untuk bisa dipakai menyajikan program-program selanjutnya.
Tentu, cuci piring yang dimaksud dalam hal ini diasumsikan menyangkut dengan pembersihan, pembenahan, penataan untuk dapat digunakan kembali. Dari segi kinerjanya, maka dapat kita katakan, ini tak punya nilai. Karena itu belum masuk terhadap hasil dari sebuah program kerja.
Selain itu, pada umumnya ganti Pemerintahan, ganti Kabinet. Ganti Kabinet, ganti aturan main. Ganti aturan main, ganti pula gaya pemerintahan, dan seterusnya. Dalam posisi ini, maka kabinet Jokowi harus bisa paralel menjalankan peran cuci piring, pengenalan medan, menetapkan kebijakan baru, sekaligus memulai implementasi programnya.
Apakah bisa kita hitung, berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk itu? Tak ada yang mampu secara tepat mengukurnya. Dan tentu, akan sangat berbeda situasinya, ketika periode pemerintahan sebelumnya tidak banyak meninggalkan masalah. Belum lagi pada pemerintahan Jokowi, banyak masalah yang timbul.
Coba kita simak beberapa persoalan besar yang dihadapi Presiden Jokowi- JK (Jusuf Kalla) sejak memimpin republik ini. Pertama, Munculnya keputusan DPR RI tentang Undang-undang Pilkada (Pemilihan Umum Kepala Daerah) Tidak Langsung (melalui DPRD) yang berbuntut semakin meruncingnya konflik politik antara Koalisi Merah Putih (KMP) dengan Koalisi Indonesia Hebat (KIH); Kedua, Kebijakan kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) yang sangat berdampak luas di seluruh Nusantara; Ketiga, Pengambilan kebijakan terhadap Pemberantasan Mafia Migas; Keempat, Pembenahan dan penertiban bidang Perikanan dan Kelautan yang sempat bikin heboh; Kelima, Mengatasi Perseteruan antara TNI-Polri; hingga Keenam, terakhir ini, Mengatasi perseteruan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) versus Polri; dan lain-lain.
Sejalan dengan penanganan masalah ini, maka kabinet Jokowi dalam berbagai bidang di Kementerian, juga sekaligus melakukan pembenahan dan kebijakan-kebijakan baru. Pembenahan dan penetapan kebijakan baru ini tentu membutuhkan waktu untuk sosialisasi penerapannya.
Demikian banyak kebijakan yang terpaksa harus berubah, untuk menyelaraskan antara Visi-Misi, serta sasaran Jokowi-JK saat kampanye, dengan sistem pemerintahan yang sudah ada sebelumnya. Sehingga pasti membutuhkan waktu dan gerakan penyesuaian, di masing-masing bidang kementerian, maupun lembaga-lembaga pemerintahan lainnya.
Beberapa penyesuaian itu antara lain: Adanya gebrakan baru Kementerian Kelautan dan Perikanan; Berubahnya Kementerian Pekerjaan Umum dan Kementerian Perumahan Rakyat digabung menjadi Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat; Berubahnya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, serta Kementerian Riset dan Teknologi dilebur menjadi dua kementerian yaitu: Kementerian Kebudayaan, Pendidikan Dasar dan Menengah, dan satunya adalah Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi; Berubahnya Kementerian Kehutanan dan Kementerian Lingkungan Hidup menjadi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan; Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat diubah menjadi Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan dan Kebudayaan; Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi dan Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal dilebur menjadi Kementerian Tenaga Kerja, dan Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal.
Selain itu, ada 10 lembaga non struktural yang dihapus Jokowi (dari rencana 50-an lembaga), karena dianggap sebagai pemborosan keuangan Negara. Beberapa diantaranya yaitu: Dewan Penerbangan dan Antariksa Nasional; Dewan Buku Nasional; Komisi Hukum Nasional; Dewan Pengembangan Kawasan Timur Indonesia; Dewan Gula Indonesia; dan lain-lain. Untuk kasus ini, sangat jelas pekerjaan ‘cuci piring’nya, karena gabungkan ke kementerian atau lembaga yang ada.
Jelas, dapat kita lihat, ada banyak masalah yang harus segera diatasi, dan banyaknya perubahan dalam sistem tata laksana pemerintahan yang harus dilakukan. Tentu, butuh waktu dan gerakan penyesuaian, sambil paralel memulai program baru.
Lantas, jika masyarakat ingin menagih janji-janji kampanye Jokowi-JK pada pemerintahannya yang belum seumur jagung, maka apanya yang akan kita ukur? Jika ingin mengukur keberhasilan, maka, bukankah dalam kurun waktu 5 tahun (1800 hari) pemerintahan Jokowi-JK, baru kita bisa ukur? Atau setidaknya, dalam 1 tahun, baru bisa dievaluasi?
Jangan-jangan, jika kita ukur keberhasilan yang dicapai kabinet Jokowi-JK sekarang, dari janji-janji kampanyenya sebagai Presiden-Wakil Presiden, belum tentu mencapai 10 persen. Karena terlalu banyak masalah dan penyesuaian yang ditangani, sehingga banyak menyita waktu.
Sedangkan keberhasilan menangani masalah ini, biasanya tidak termasuk dalam hitungan penilaian keberhasilan suatu program kerja yang dicanangkan. Karena yang diukur adalah keberhasilan dari ‘Nawacita’ 9 Agenda Prioritas Program Jokowi, yakni: Melakukan reformasi sistem dan penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat, dan terpercaya; Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia; Mewujudkan kemandirian ekonomi; Melakukan revolusi karakter bangsa; dan lain-lain.
Butuh Dukungan Rakyat dan Para Relawan
Dari uraian di atas jelas bahwa baru sebentar memerintah, Pemerintahan Jokowi saat ini terlihat lebih banyak fokus mencuci piring kotor peninggalan presiden sebelumnya, meletakkan pondasi untuk Nawa Cita.
Selebihnya justru banyak waktu terbuang untuk mengurus wakil-wakil rakyat yg sering kita lihat tertidur saat rapat dan biasanya hanya berisik dan teriak-teriak untuk mengganggu pemerintahan yang saat ini sedang berjalan.
Belum lagi para Sengkuni-sengkuni dan penjilat di sekeliling istana yg yg selalu menempatkan kepentingan pribadi dan golongan di atas kepentingan rakyat. Ini yang sangat berbahaya.
Biasanya merekalah yang selama ini justru sering menghalangi Jokowi agar dekat dan mendengar suara maupun keluhan rakyat. Padahal selama ini kekuatan pak Jokowi justru karena kedekatannya dengan rakyat. Karakter Sengkuni-sengkuni jelas seperti bumi dan langit dibandingkan relawan sejati tanpa pamrih yang selama ini selalu siap mengawal, menjaga dan mengawasi pemerintahan termasuk juga "mengingatkan" agar Pemerintahan Pak Jokowi jangan sampai terkena jebakan Batman atau kesandung blunder oleh kesalahan sendiri (seperti yang diingatkan para relawan pada kasus komjen BG, KPK dan kasus-kasus lainnya).Kekuatan Pak Jokowi selama ini ada di rakyat, jangan sampai dia dijauhkan dari rakyat sehingga pemikiran beliau akan tetap obyektif dan mengedepankan kepentingan rakyat di atas kepentingan pribadi atau golongan.
Masyarakat Indonesia tentu masih harus sabar menunggu realisasi program yang akan dilanjutkan Presiden Jokowi. Bahwa adanya ekspektasi yang sangat tinggi dari masyarakat, untuk merasakan keberhasilan Pemerintah, makin tak terbendung. Jokowi-JK harus segera mewujudkannya dalam bentuk keberhasilan program.
Untuk itu memang, dukungan dari masyarakat masih sangat dibutuhkan, bilamana ingin menuntut keberhasilan. Setidaknya, jika masyarakat bisa mendukung ketenteraman dalam berbangsa dan bernegara, itupun sudah bagus.
Karena orientasi pemerintahan Jokowi-Jkpun hingga 100 hari ini, masih mencerminkan keberpihakannya pada rakyat. Bahkan dalam mengatasi persoalan calon Kapolri yang mestinya harus dilantik, padahal ditetapkan menjadi tersangka korupsi oleh KPK, Jokowi membuat kebijakan antara lain dengan membentuk Tim Independen Penyelesaian perselisihan KPK dan Polri, yang terdiri dari tokoh-tokoh berintegritas tinggi.
Termasuk melakukan manuver politik melalui komunikasi politik dengan Prabowo Subianto, yang merupakan rivalnya dalam Pilpres lalu. Demikian juga dengan mantan Presiden BJ Habibie, dalam rangka mendengar masukan dari berbagai pihak. Pada akhirnya karena mendengarkan suara dan aspirasi rakyat, beliau memutuskan tidak jadi melantik Komjen Budi Gunawan sebagai Kapolri.
Kesan Positif Pemerintahan Jokowi
Selain itu Kita juga mencatat sebetulnya banyak sekali hal yang Melegakan dari pemerintahan Jokowi.
Pengurangan subsidi BBM untuk infrastruktur. Kenaikan BBM akibat pengurangan subsidi sudah langkah yang tepat. Kalau Jokowi hanya peduli dgn citranya, dia tidak akan naikkan harga BBM di awal masa kepresidenan. Tapi toh tetap dia lakukan karena dia peduli sekali dgn Indonesia yang jelas sekali butuh margin pengurangan subsidi utk infrastruktur yang akan meringankan beban rakyat kecil.
Beberapa kebijakan menteri kabinet Jokowi juga cukup diacungi jempol. Seperti Ibu Susi yang tegas & lugas menghajar pencuri ikan di perairan kita.
Seperti Pak Anies, menteri pendidikan yang juga patut dipuji karena banyak terobosan positif misalnya :
- UN yang begitu meresahkan tidak lagi jadi syarat kelulusan
- Kurikulum 2013 yang buat bingung murid, orang tua & bahkan guru juga pihak sekolah dibatalkan untuk kebanyakan sekolah dan hanya sedikit yang jadi percontohan
- Mengembalikan Persatuan antar umat beragama,
- dan lain-lain.
Belum lagi Menteri Agama yang menyegarkan & mendamaikan dengan ikut mengucapkan selamat Natal. Dan lain-lain yang mungkin terlalu panjang bila ingin disebutkan satu per satu.
Setelah semua yang sudah kita bahas di atas, bagaimana penilaian kita terhadap Jokowi?
Di jaman pemerintahan Jokowi ini transparansi publik semakin digalakkan sehingga tingkat partisipasi rakyat dalam mengawal dan mengawasi jalannya pemerintahan semakin tinggi. Penerapan sistem kartu sakti dan integrated online sistem secara nasional seperti e-Budgeting, e-Purchasing, dll akan menjamin peningkatan tingkat transparansi publik dan tingkat partisipasi masyarakat dalam pembangunan.
Nggak Kapok Pilih Jokowi
Saat ini banyak orang yang bertanya ... “Kok mengkritik Jokowi? Udah gak mendukung ya? Menyesal ya?”
Sebetulnya pertanyaan seperti itu, tanpa disadari, membongkar borok sendiri.
“Kenapa dulu mendukung & sekarang mengkritik Jokowi?”
Lah emang kalo presidenmu yang terpilih kemudian berbuat salah, tidak akan kamu kritik? Begitukah prinsipmu? Untung pilihanmu gak menang. Bahaya sekali menutup mata & membuang muka setelah memilih Presiden. Kelakuannya seperti anak yang baru ikutan pemilu. Memilih lalu berpikir tanggung jawabnya berhenti di situ.
Atau kamu yakin sekali kalau yang terpilih adalah Presiden pilihanmu, lalu dia PASTI tidak akan berbuat salah? Naif sekali.
Kalo pertanyaannya menyesal atau tidak milih Jokowi, jawabannya terlalu gampang.
Pilihannya saat itu hanya Jokowi & Prabowo.
Terlalu mudah. Jelas Jokowi lah pilihannya. Apalagi sampai hari ini belum ada yang mampu menjawab pertanyaan saya, “Apa bukti prestasi capres nomer 1 dan apa pula bukti prestasinya sehingga kita yakin dia lebih baik dari Jokowi”. Karena saya yakin kalau pertanyaannya apa cacat / dosa Prabowo pasti pada rebutan mau jawab
Lagipula menanyakan apakah kapok / menyesal atau tidak adalah hal yang lucu karena saya sama sekali tidak ada pikiran ke arah sana. Lah memang mereka kalau memilih Presiden kemudian keadaan tidak berjalan dengan keinginan mereka, mereka akan menyesal?
Jaman sekarang, menyikapi politik itu harus realistis. Termasuk menyikapi Presidennya.
Presiden adalah bagaikan CEO-nya Politisi. Dia adalah politisi terbaik sehingga bisa memuncaki jabatan tertinggi.
Maka naif kalau kita berharap Presiden Jokowi untuk murni menjadi aktivis atau negarawan. Ini sudah tidak pernah ada lagi dalam pemerintahan modern saat ini.
Yg Jokowi saat ini lakukan, sebetulnya serupa dengan yang SBY lakukan. Yaitu berkompromi.
Bedanya dgn SBY, Jokowi memiliki fokus pembangunan terhadap sektor yang lain. Tapi sama sama kompromi. Ya memang begitulah cara bermainnya. Cara Jokowi bisa sampai posisi inipun ya begitu caranya. Semua Presiden jaman sekarang juga pasti begitu.
Yang jadi Presiden tapi jarang bermain politik dan jarang mau kompromi adalah Gus Dur. Terus terang ya gara-gara anti politis dan tanpa kompromi inilah akhirnya Gus Dur akhirnya dipaksa turun.
Walau ada beberapa perubahan yang terjadi, tapi tidak seberapa dengan kalau beliau bisa menyelesaikan periodenya apalagi melanjutkan di periode selanjutnya.
Sekarang ada lagi penerus yang mirip Gus Dur yaitu Gubernur Jakarta yang sekarang (Ahok). Hanya saja dulu pas posisinya Wagub, Ahok masih dibalance sama Jokowi, sedangkan sekarang karakter asi Ahok yang tegas tanpa kompromi dan blak-blakan langsung muncul di permukaan dan puncak-puncaknya adalah konflik dengan DPRD DKI seperti yang terjadi sekarang ini.
Seharusnya kita justru merasa senang dengan kondisi sekarang. Kalau pemerintahan Jokowi adem ayem seperti pas masa pertengahan ORBA jaman Soeharto dulu, maka jelas pasti ada yang salah. Ramainya gejolak pemerintahan Jokowi adalah karena beliau sedang mengguncang keadaan. Karena transparansi Publik mulai digalakkan. Karena revolusi mental dan rakyat sudah mulai banyak peduli dengan jalannya pemerintahan dan apa yang dikerjakan oleh wakil-wakilnya di parlemen.
Jelas hal ini amatlah positif dan merupakan langkah yang tepat dan berani. Terbukti bahwa sampai sekarang beliau masih dicintai banyak pendukungnya dan mayoritas rakyat juga percaya sama beliau.
Segala upaya untuk menjebak dan menjegal beliau juga gagal total sepanjang beliau tetap selalu dekat dan mendengar langsung aspirasi para relawan tanpa pamrih dan rakyatnya.
Satu lagi.. setahu saya yang namanya Kapok atau menyesal itu adalah sifat seorang the looser (pecundang). Terus kenapa harus kapok milih Jokowi? Justru harusnya bersyukur karena Indonesia bisa memiliki presiden seperti Jokowi.
(VNS)
Belum ada tanggapan untuk "Kapok Pilih Jokowi?"
Posting Komentar