Foto:
beritaborneo.com
REPHAKERCOM - Istilah Beras Miskin (Raskin) yang selama ini
berkembang, rupanya tidak hanya sebatas istilah bagi beras yang
diberikan oleh negara pada masyarakat miskin saja. Tetapi
lebih dari itu, disadari apa tidak, Raskin justru menjadi alasan bagi
BULOG untuk memberikan beras tidak layak konsumsi pada masyarakat yang
berhak menerimanya. Terkait dengan
masalah ini, Indonesian Institute
of Agriculture Care (INISIAC) atau
Lembaga Peduli Pertanian Indonesia (LPPI) mengadakan Rapat Pimpinan
dengan Organisasi Sayapnya, yakni KORNAS Pejuang Kedaulatan Pangan
(KORNAS-PKP) dan Induk
Koperasi Kedaulatan Pangan (INKOP-KP) di Grobogan, jateng, 13 Juni 2015.
Dalam Rapim tersebut, Karnelli Sadikin, ketua umum INISIAC-LPPI
mengatakan, "Pada dasarnya, program Raskin itu bertujuan baik, dimana
Negara memberikan subsidi makanan pokok berupa beras pada masyarakat
yang masuk dalam kategori miskin, agar masyarakat miskin juga bisa
merasakan beras normal untuk kebutuhan makanan sehari harinya. Namun
demikian, kalimat RASKIN, justru dimanfaatkan oleh
BULOG untuk memberikan beras rusak, penuh kutu, bercampur kerikil, dan
lain sebagainya, sehingga secara tersirat, praktik
pemberian RASKIN, justru terkesan merendahkan Harkat dan martabat
Rakyat yang menerimanya, karena beras yang
diterima sebenarnya adalah beras yang tidak layak konsumsi"
Hal senada juga disampaikan oleh
Rahmatullah, Ketua Induk Koperasi Kedaulatan Pangan (INKOP-KP),
Menurutnya, "Sebenarnya tidak ada alasan bagi BULOG untuk membagikan
beras tidak layak konsumsi pada masyarakat penerima RASKIN, mereka
harus diberikan beras sehat (RASHAT). Beras yang diserap oleh bulog
adalah beras
dengan harga sesuai HPP, dimana GKP seharga 3700, GKG, 4600, dan
beras 7300"
"Sebenarnya, beras yang harus diterima oleh masyarakat miskin itu
adalah beras dengan harga HPP, yakni beras dengan harga 7300, bukan
beras rusak yang tidak layak konsumsi. BULOG membeli beras itu kan
untuk menjaga stok pangan, stabilisasi harga (untuk operasi pasar
beras jika harga beras naik di luar kendali) dan untuk subsidi pangan
(dibagikan pada Masyarakat miskin). Dari sini sudah bisa
diketahui, harusnya beras untuk program RASKIN itu kualitasnya
sama dengan beras untuk Operasi Pasar Beras. Bagaimana mungkin,
bulog membeli beras untuk RASKIN dengan harga HPP, tetapi yang
dibagikan adalah beras tidak
layak konsumsi?"
"Karena itu", lanjut Rahmat, "Istilah RASKIN ini harus dirubah menjadi
RASHAT, Raskin hanya akan dijadikan alat bagi bulog untuk mengelabuhi
pandangan publik, bahwa seolah olah Raskin itu ya beras tak layak
konsumsi. Karena sesuai namanya, raskin itu
adalah beras miskin kualitas, beras miskin gizi, dan beras miskin
segala galanya. Padahal beras untuk Raskin dan beras untuk operasi
pasar itu harga dan kualitasnya sama."
Sementara itu, menurut Ali Sa'roni, Ketua umum Kornas Pejuang
Kedaulatan Pangan (KORNAS PKP), "BULOG harus merombak total sistem
pembelian beras petani. Selama ini, bulog selalu membeli hasil panen
petani berupa beras, dan enggan membeli Gabah kering Giling (GKG)
apalagi Gabah Kering Panen (GKP) dengan alasan Bulog tidak memiliki
Blower pengering gabah, dan tidak memiliki mesin penggiling beras.
Padahal dengan hanya membeli beras, biaya perawatan beras bisa jadi
jauh lebih besar daripada membeli blower dan mesin penggiling itu
sendiri. Karena jika beras itu sudah terpisah dari kulitnya, maka
dalam jangka satu bulan saja, beras itu akan rusak,
berubah warna, dan penuh kutu, apalagi kalau disimpan dalam waktu cukup lama."
"Disamping itu, dengan hanya menerima beras, maka kemungkinan bulog
bisa menerima beras petani akan semakin kecil, karena kebanyakan
petani menjual berasnya dalam bentuk GKP dan GKG. Dengan kondisi ini,
akhirnya yang menikmati HPP bukanlah petani, melainkan tengkulak yang
memasok beras pada BULOG"
"Karena itu," masih menurut Ali, "Bulog harus merubah total sistem
pembelian beras petani. Agar bisa mengamankan stok pangan, stabilisasi
harga beras, dan menjaga kualitas stok beras, bulog jangan hanya
membeli 7-10% hasil panen petani seperti
yang terjadi selama ini, tetapi bulog harus mampu membeli 30% dari
total hasil panen petani,
dimana 5% dibeli dalam bentuk beras, dan sisanya dibeli dalam
bentuk Gabah."
"Dengan menguasai 30% dari total hasil panen petani atau 30% dari
total kebutuhan beras nasional, maka bulog memiliki stok yang cukup
untuk melakukan intervensi pasar dan menstabilkan harga beras. Dan
dengan stok berupa gabah, maka kualitas beras bulog juga semakin
terjamin. Karena gabah lebih tahan lama untuk disimpan daripada beras.
Dan pada saat dibutuhkan, maka gabah baru digiling, sehingga beras
yang dikeluarkan oleh bulog akan selalu baru, beras sehat, dan
berkualitas," pungkasnya. (LB)
Belum ada tanggapan untuk "INISIAC-LPPI, PKP Dan KKP: Hapus Raskin, Ganti Dengan Rashat"
Posting Komentar